Sabtu, 19 Maret 2011

Leuweng Sancang


Leuweung Sancang
Kawasan selatan Garut, memang memiliki hutan legendaris, yaitu Leuweung Sancang. Banyak kisah mengandung kepercayaan (mitos) yang menganggap Sancang sebagai tempat tilem (menghilang) Prabu Siliwangi. Menurut cerita rakyat yang berhasil dikumpulkan oleh panitia Hari Buku International Indonesia yang diprakarsai Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) pada 1972, Prabu Siliwangi mubus (kabur menyelinap) ke arah selatan karena dikejar-kejar anaknya, Kiansantang, agar masuk Islam.
Tiba di Hutan Sancang, ia bersama pengikut setianya menghilang. Prabu Siliwangi mindarupa (berubah wujud) menjadi harimau putih, sedangkan pengikutnya menjadi harimau belang-manjang yang disebut “maung sancang”. Warna garis-garis hitam horizontal yang memanjang dari arah kepala ke bagian ekor membedakan maung sancang dengan maung lodaya, penghuni asli Sancang yang bergaris-garis hitam vertikal.
Konon, harimau putih jelmaan Prabu Siliwangi bersemayam di sebuah goa besar bernama Guha Garogol dan sesekali merenung menyendiri di puncak Karang Gajah di dekat muara Sungai Cikaingan. Ada pun maung sancang mendiami rumpun-rumpun kayu kaboa, sejenis pohon bakau, yang hanya terdapat di pantai Samudra Hindia kawasan Sancang.
Hingga pertengahan tahun 1980-an, Hutan Sancang sebagai hutan tutupan suaka margasatwa masih terbilang utuh, tetapi segera mengalami degradasi hebat seiring dengan penyerobotan dan pembalakan liar pada tahun 1998. Salah satu satwa liar penghuni Sancang, banteng, hilang lenyap tak berbekas. Mungkin satwa itu kabur ke arah Hutan Pangandaran yang masih cocok untuk habitat banteng atau mungkin bergelimpangan mati akibat dampak perusakan hutan. Nasib banteng sancang sangat mirip dengan nasib banteng cikepuh, Kabupaten Sukabumi, yang juga rusak terkena penyelewengan eforia reformasi.
Area Hutan Sancang kini menyempit karena sebagian terkena pembangunan jalur jalan lintas selatan. Kondisi keamanannya sangat rawan. Kekayaan flora dan faunanya juga sangat menyusut. Selain kehilangan banteng, Sancang juga kehilangan berbagai jenis burung langka, seperti rangkong dan julang, serta harimau, baik maung sancang maupun maung lodaya. Jenis kayu werejit yang getahnya mengandung racun keras, kayu maranti, ikut tumpas bersama kayu-kayu hutan tropis heterogen lainnya. Yang masih tersisa dari Hutan Sancang mungkin hanya legenda dan mitos, yang juga mulai tergerus waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar