Sabtu, 19 Maret 2011

Dongeng Mundinglaya Di Kusumah Dalam Novel Visual


Dongeng Mundinglaya Di Kusumah Dalam Novel Visual
NITA PERMATA K - 17403046
Indonesia mempunyai kekayaan tradisi berupa budaya tulis (kitab, nota-perjanjian, stempel)
dan budaya tutur (pantun, puisi tradisional,dongeng). Penikmat budaya  tulis dan tutur secara
umum dapat dibedakan dari segi umur, gender, tingkat lapisan masyarakat maupun suku
bangsanya. Budaya tutur merupakan budaya yang bersifat nir-literatur dan budaya tulis bersifat
literatur, oleh karena itu keduanya mempunyai keunikan dan kelebihan sendiri. 
Di seluruh penjuru Nusantara ada ribuan budaya tutur Indonesia. Budaya tutur merupakan
ajaran tersirat menyangkut pembelajaran moral, seperti yang disampaikan di dalam pantun,
lagu tradisional, fabel (dongeng tentang binatang), legenda (dongeng tentang asal mula
kejadian), epik (kisah tentang para pahlawan, bangsawan ataupun kesatria) maupun cerita
rakyat lainnya. Pembelajaran moral yang tersirat ini merupakan metoda efektif, khususnya
dalam mendidik anak-anak lewat penceritaan dongeng.
Pada kajian budaya tutur dalam Tugas Akhir  ini, penulis akan fokus membahas dongeng.
Dongeng adalah cerita pendek kolektif kesusasteraan lisan. Atau dalam pengertian lain dongeng
adalah cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi. 
 Cerita yang ada di dalam dongeng tradisional Indonesia sangat menarik untuk dikaji lebih
lanjut, serta menurut hemat penulis dapat dipopulerkan dalam bentuk yang mengikuti trend
multimedia/visual komunikasi seperti sekarang. Disini penulis mencoba memperkenalkan media
baru berupa novel visual.
Novel visual (visual graphic novel) adalah salah satu aplikasi multimedia yang dapat digunakan
oleh siapa saja, dan dibuat dengan sangat user-friendly. Salah satu kendala dalam menjalankan
program Multimedia adalah perlu memiliki perangkat keras yang memadai untuk menjalankan
programnya. Untuk itu agar tujuan dapat digunakan oleh siapa saja, maka program ini dibuat
untuk dapat dijalankan di komputer. minimal dengan Microsoft Windows XP ke atas, prosesor
Pentium III, dan 128 MB RAM. Spesifikasi komputer ini menurut survey penulis, umum dipunyai
sekolah-sekolah dasar di Bandung maupun di rumah. 
Prinsip dasar dari novel visual sendiri sangat sederhana, lebih berupa ke arah ‘gambar
bercerita’; mirip buku cerita versi cetak, tetapi berbentuk digital dan dapat ditambahkan beberapa content multimedia seperti suara,  musik, animasi, ataupun unsur interaktif
sederhana. Novel visual bisa diartikan sebagai cerita bergambar digital yang menggunakan
unsur multimedia lebih dari satu, 
Target yang dibidik adalah anak-anak. Dan difokuskan ke anak-anak usia sekolah dasar (6
hingga 10 tahun) yang berasal  dari keluarga menengah ke atas di Bandung. Bandung adalah
kota yang dominan aktualisasi KeSundaannya (Parsudi, 1980), sehingga untuk kasus TA ini saya
memilih dongeng yang berciri khas Sunda, yaitu Mundinglaya di Kusumah. 
Dongeng Mundinglaya Di Kusumah belum sepopuler cerita rakyat lainnya. Ketika survey, semua
anak-anak menjawab tahu, ketika ditanya tentang Sangkuriang, Bawang Merah Bawang Putih,
atau Malin Kundang. Tapi mereka menjawab  tidak tahu, ketika ditanya mengenai dongeng
Mundinglaya Di Kusumah. Selain dongeng Mundinglaya, penulis juga menanyakan dongeng
tentang Si Anok Lumang dan Panglima Bambu Kuning, namun anak-anak juga tidak mengetahui.
Dongeng ‘Mundinglaya Di Kusumah’ yang berasal dari daerah Jawa Barat ini merupakan kisah
kepahlawanan dan mengajarkan mengenai sifat pantang menyerah. Jadi dongeng ini saya pilih
karena karena anak-anak dapat belajar tentang kepahlawan dan sifat pantang menyerah,
sekaligus belajar tentang sejarah Pajajaran. Untuk itu walau tidak sepopuler legenda
Sangkuriang, maka dongeng Mungdinglaya Di Kusumah patut diangkat dan dipopulerkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar