Jumat, 08 April 2011

Kehidupan Di Alam Fana


Kehidupan Dunia.
Sebuah realita tentang kehidupan dunia abad ini diterjemahkan sebagai kehidupan yang sementara, tempat untuk bersenang-senang, kehidupan modern, kehidupan yang abadi dan sebuah kehidupan yang fana. Di sisi lain kehidupan dunia dipandang sebagai jembatan menuju kehidupan setelah mati (akhirat), tempat mencari amal kebajikan, tempat menimba ilmu pengetahuan dan lain-lainya. Berangkat dari pemahaman di atas maka nyatalah kehidupan dunia yang fana ini hanyalah sebuah ujian bagaimana mengemban tugas-tugas kehidupan dan amanat kemanusiaan. Dengan demikian manusia akan merasa puas dan hidup tidak menjadi sia-sia tanpa melemahkan semangat berjuang dalam kehidupan.

Akhirnya, dapatlah digambarkan bahwa persepsi kehidupan dunia memiliki tujuan yang beragam, yaitu; kesenangan, kemegahan, kesehatan, kepintaran, kesuksesan, ketenteraman jiwa, ketenangan hidup dan kebahagiaan. Tidak cukup sampai disitu, manusia akan terus mempertanyakannya setelah mampu meraih segala apa yang diinginkannya atau sebaliknya, manusia akan terus mencari-cari jawaban dari sebuah pertanyaan yang membosankan.

Mengapa pertanyaan demi pertanyaan itu muncul seolah tidak merasa puas dengan kenyataan hidup, atau sebaliknya? Islam sebagai agama melalui kajian al qur’an dan hadits-hadits Rasulullah dapat menjawab pertanyaan demi pertanyaan tersebut dengan menanamkan kepercayaan terhadap Allah dan Rasulullah. Oleh karena itu jugalah penulis mencoba menghadirkan jawaban-jawaban yang bersumber dari nash-nash al Qur’an dan beberapa Hadits Nabi saw, sekaligus dapat memberikan keyakinan yang kuat dalam diri kita semua, insyaAllah.

Apa Jawaban Agama?
Jikalau manusia menjadikan kehidupan dunia sebagai bentuk yang mempesonakan terhadap kemewahan harta, kebanggaan memiliki anak-anak dan lainnya, atau sangat mencintai perabot kehidupan duniawi, sehingga lalai dan lupa akan sebuah hakikat, maka islam menjawabnya, bahwa semua bentuk kesenangan dunia tersebut bersifat temporer, sebuah sandiwara, permainan dan kesenangan sesaat. Maka, untuk apa terlalu mengejar kesenangan sesaat sementara kesenangan yang kekal dan hakikat adalah akhirat?.

Gambaran kehidupan dunia dengan perumpamaan seperti di atas bukanlah bermaksud untuk meremehkan kehidupan dunia, namun sebagai satu peringatan agar manusia tidak terlena dan lalai, atau tidak menjadikan hidup mereka sia-sia dan merugi. Kemudian islam menawarkan kehidupan akhirat yang kekal sebagai tempat bersenang-senang yang abadi, dan hal ini tentunya menjadi kabar gembira bagi mereka yang percaya kepada Allah dan kehidupan di akhirat.

Ada beberapa dalil al Qur’an dan Hadits Nabi saw di bawah ini yang bisa dijadikan pedoman bagi manusia dalam menyikapi kehidupan dunia, dan mungkin sebagai renungan kita bersama, diantaranya adalah:

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya akhirat itulah sebenar-benar kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (Q.S. al ‘Ankabut: 64).

“Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan”. (Q.S. at Thogobun: 20).

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di Akhirat (nanti) ada ‘azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhoan- Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. (Q.S. al Hadid: 20).

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi”. (al Munafiqun: 9).

“...Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”. (Q.S. Ali Imran: 185).

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari permainan dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”. (al An’pappu: 32).

“Bermegah-megah telah melalaikan kamu”. “ Sampai kamu masuk ke dalam kubur”. “Dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui”. “Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin”. (Q.S. at Takatsur: 1 – 4).

Telah menjadi ketentuan Allah jikalau manusia hidup sebagai makhluk sosial, bertetangga, bergaul dengan sesama walaupun terdapat perbedaan bahasa, suku dan warna kulit. Lantas agama menjawabnya agar manusia menjaga tali silaturrahmi dan saling mengenal antar satu dengan lainnya, saling menghormati dan menghargai hak-hak sesama. Islam mengakui kemajemukan manusia sebagai suatu komunitas plural, tetapi bukan untuk saling membedakan, namun untuk saling mengenal antar satu dengan lainnya. Islam melarang untuk berlaku sombong dan angkuh karen perbedaan posisi, keadaan, suku, ras, dan lainnya. Dan kesombongan itu tidak sepantasnya dilakukan manusia karena segala sesuatunya akan kembali kepada Allah Yang Maha Menciptakan.

Kesuksesan manusia dalam meningkatkan mutu dan kualitas ilmu pengetahuannya memang perlu untuk dibanggakan, namun kebanggan itu bukan untuk menjadikan dirinya sombong, angkuh dan tidak tunduk kepada Allah. Manusia lebih cenderung menyibukkan dirinya dengan kesuksesan duniawi, namun lalai akan mengerjakan amal shalih. Manusia mampu seharian duduk di kantornya, namun ketika suara azan memanggilnya untuk sholat dilalaikan. Apalah artinya segudang ilmu dan kekayaan, namun sholat saja masih dilalaikan. Apa gunanya semashur nama di mata masyarakat, namun masih menyimpan perasaan iri, dengki dan menceriterakan prihal orang lain dibelakang. Allah Maha Mendengar dari segala perkataan manusia.

Islam tidak membedakan status sosial antara si miskin dan kaya, seharusnya si kaya yang menyantuni, mengasihi dan menyayangi si miskin dan bukan untuk membeda-bedakan derajat. Allah yang menurunkan rezeki, meluaskan dan menyempitkannya. Apakah pantas bagi manusia untuk berlaku bakhil dan kikir? Nyatalah, yang menjadi pembeda adalah mereka yang paling bertaqwa, bukan mereka yang lebih putih, kaya, cantik, dan berkedudukan. Kesuksesan manusia merupakan kesempatan baik yang diberikan Allah, tetapi Allah juga Maha Mampu merubah kesempatan baik itu sebagai ujian bagi manusia.

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal”. (Q.S. al Hujarat: 13).

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui”. (Q.S. ar Rum: 22).

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki Nya dan Dia pula yang menyempitkan rezeki itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman”. “Maka berikanlah kepada kerabat terdekat akan haknya, demikian pula kepada orang fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Q.S. ar Rum: 37 dan 38).

Rasulullah saw bersabda: “Bukanlah dikatakan seorang mu’min yang dirinya merasa kenyang sedangkan tetangga sebelahnya kelaparan”. ( H.R. Bukhari dan Muslim r.a ).

“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung”.(Q.S. al Isra’: 37).

Jelaslah dari dalil-dalil di atas menunjukkan kehidupan dunia adalah sebuah ketentuan Allah (sunnatullah) yang tidak mungkin ada seorangpun yang mampu merubahnya. Seperti halnya perputaran langit dan bumi, tanam-tanaman yang tumbuh subur, gunung-gunung yang Allah tinggikan dan tangguhkan, lautan dan daratan yang terbentang luas.

Kemudian dalam kehidupan dunia dijadikan tempat untuk bercocok tanam, berternak dan lainnya. Dunia merupakan tempat manusia berkembang biak dan meneruskan sejarah. Semua penciptaan ini merupakan sunnatulah yang harus disyukuri oleh manusia sebagai makhluk yang lemah di hadapan Allah swt. Inilah dari tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah swt Yang Maha Kuasa bagi orang-orang yang mau merenungi.

Manusia tidak melihat kekuasaan Allah Yang Maha Mampu dalam mengatur peredaran benda-benda langit. Manusia ingkar dan meremehkan kekuasaan Allah. Padahal manusia sangat lemah dihadapan Allah. Manusia lupa dan amat jarang merenungi beberapa kekuasaan Allah. Padahal, kepada Allah dan Rasulullah sebaik-baik pengaduan dari segala urusan. Dunia memang salah satu dari tanda-tanda kebesaran Allah swt yang nyata, agar manusia benar-benar beriman dan tunduk kepada Nya.


“Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan ) bumi supaya bumi itu tidak menggoyahkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik”. (Q.S. Luqman:10).

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan Nya ialan bahwa Dia mengirimkan angin sebagai pembawa berita gembira dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat Nya dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintah Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia Nya; mudah-mudahan kamu mensyukuri.”(Q.S. ar Rum: 46).

“Dan sesungguhnya sebelum hujan diturunkan kepada mereka, mereka benar-benar telah berputus asa.” (Q.S. ar Rum: 48).

“Allah, Dia lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikanmu sesudah lemah itu kuat, kemudian Dia menjadikanmu sesudah kuat itu lemah kembali dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (Q.S. ar Rum: 54).

“Dan Allah, Dialah Yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan, maka Kami halau awan itu ke suatu negeri yang mati lalu Kami hidupkan bumi setelah matinya dengan hujan itu. Demikianlah kebangkitan itu.” (Q.S. Fathir: 9).

“Dan tiada sama antara dua laut yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan pada masing-masingnya kamulihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu dapat mencari karuniya Nyadan supaya kamu bersyukur”. (Q.S. Fathir: 12).

“Dia memasukkan (merubah) malam menjadi siang dan menjadikan siang menjadi (berubah) malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan Nya lahkerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari”. (Q.S. Fathir: 13).

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Onta itu bagaimana diciptakan?”. “Dan langit, bagaimana ditinggikan?”. “Dan gunung-gunung bagaimana ditegakkan?”. “Dan bumi bagaimana dihamparkan?”. (Q.S. al Ghasyiyah: 17 – 20).

Bagi orang-orang yang beriman, Allah menjadikan kehidupan dunia sebagai jembatan untuk kehidupan yang kekal (akhirat). Allah membimbing mereka meraih dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan di dunia dan akhirat, serta mengajarkan mereka untuk mencari nafkah di dunia tanpa melalaikan waktunya untuk mengingat Allah. Dan juga memberikan kabar gembira sekaligus menuntun mereka dengan ajaran islam bahwa kehidupan dunia sebagai kehidupan untuk bertaubat dan mencari bekal di akhirat. Karena itu Allah menganjurkan manusia supaya teliliti dengan kehidupan dunia ini agar hidup tidak sia-sia. Membimbing manusia sebagai makhluk yang pandai bersyukur. Semua ini tidak lain hanyalah ujian bagi orang-orang yang beriman kepada Nya dan mengikuti ajaran islam.

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagian dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.(Q.S. al Qashash: 77).

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan”. (Q.S. ar Rum: 23)

“Sesungguhnya Allah lebih suka menerima taubat hamba Nya melebihi dari kesenangan seseorang yang menemukan kembali ontanya yang hilang di tengah hutan”. (H.R. Bukhari dan Muslim)

“Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (Q.S. at Thagobun: 11)

“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan Nya dan diberikan Nya kesenangan, maka dia berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. “Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata “Tuhanku menghinakanku”. (Q.S. at Thogobun: 15 dan 16).

Kesimpulan.
Berangkat dari beberapa dalil di atas, jelaslah bahwa segala realita dan fenomena yang ada di dunia ini sudah menjadi ketentuan Allah. Lantas apakah kita mampu untuk lebih bercermin, agar sisa umur dalam hidup ini dapat membimbing kita ke arah yang lebih dirihdoi Allah demi mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak. Telah nyata bagi kita juga segala sunnatullah tentang kehidupan dunia sebagai bentuk kebesaran Nya dan manusia mudah terlena dan tergoda oleh bujuk rayu syaitan. Hanya orang-orang yang beriman dan membuat perhitunganlah yang naik sebagai pemenang. Penulis berharap dari beberapa dalil di atas akan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai kehidupan dunia dalam perspektif Islam, amin. Rabbana aatina fid dunya hasanah wa fil aakhirati hasanah wa qinaa ‘azaabannaar. Wallahu a’lam bisshowab. Wassalam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar